Dari Bedah Rumah hingga NTT Mart, Gubernur Melki Gerakkan NTT Lawan Kemiskinan dan Stunting
![]() |
| Gubernur NTT Melki Laka Lena membuka kegiatan Dialog Kebangsaan Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Percepatan Penurunan Stunting dan Kick Off Roadmap Konsorsium 2025–2028. Foto: Ocep Purek |
Penegasan ini disampaikan Gubernur Melki saat membuka kegiatan Dialog Kebangsaan Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Percepatan Penurunan Stunting dan Kick Off Roadmap Konsorsium 2025–2028, yang diselenggarakan oleh BKKBN/Kemendukbangga di Aula Rumah Jabatan Gubernur NTT, Senin (27/10/2025).
Acara ini turut dihadiri secara langsung oleh Deputi Bidang Penggerakan dan Peran Serta Masyarakat BKKBN Drs. Sukaryo Teguh Susanto, M.A, serta perwakilan perguruan tinggi, lembaga keagamaan, Forkopimda, dan perangkat daerah se-NTT. Sementara itu, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Dr. Wihaji, S.Ag., M.Pd. memberikan sambutan secara virtual dari Jakarta.
Dalam sambutannya, Gubernur Melki Laka Lena menekankan bahwa langkah penanganan stunting tidak dapat dilepaskan dari upaya penanggulangan kemiskinan ekstrem.
Ia mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menugaskan Menteri Kependudukan dan Kepala BKKBN untuk memimpin langsung percepatan penurunan kemiskinan dan stunting, dengan NTT dan Jawa Barat sebagai provinsi prioritas nasional.
“Di NTT kita menghadapi dua isu besar yakni kemiskinan ekstrem dan stunting. Presiden sudah menugaskan Pak Menteri Wihaji untuk memimpin upaya besar ini, dan NTT menjadi salah satu provinsi prioritas. Jadi, pertemuan ini bukan sekadar seremoni, tapi langkah nyata menuju hasil yang terukur,” tegas Melki.
Lebih lanjut, Gubernur Melki menjelaskan berbagai langkah konkret yang sedang dilakukan Pemerintah Provinsi NTT, antara lain pendataan berbasis alamat by name by address untuk keluarga miskin bekerja sama dengan BPS, Bappeda, dan Dukcapil, serta program bedah rumah rakyat miskin di seluruh desa NTT.
“Kami sudah siapkan Rp157 miliar untuk bedah rumah rakyat miskin di seluruh NTT. Ini bukan soal fisik rumah saja, tapi menyentuh enam dari 14 parameter kemiskinan. Kalau rumah layak, maka banyak aspek kemiskinan ikut turun,” jelas Gubernur Melki.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya penguatan ekonomi lokal melalui gerakan One Village One Product (OVOP) dan One School One Product (OSOP) serta pengembangan NTT Mart di seluruh kabupaten/kota.
“Produk dari desa-desa jangan hanya dijual mentah. Kita harus olah, kemas, baru jual agar nilai tambah dinikmati masyarakat. Karena itu, kami bangun NTT Mart agar produk lokal punya pasar yang pasti,” ujar Melki.
Gubernur Melki juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak, termasuk perguruan tinggi, lembaga keagamaan, dan media massa, yang terus mendukung upaya penurunan kemiskinan dan stunting di NTT.
Melalui momentum ini, Pemerintah Provinsi NTT dan BKKBN bersama jaringan perguruan tinggi, lembaga agama, serta masyarakat sipil berkomitmen untuk menjadikan NTT sebagai model nasional percepatan penurunan stunting berbasis kolaborasi komunitas dan akademik.
“Dengan kerja bersama, kerja gotong royong, dan kerja konkret, saya yakin kemiskinan ekstrem dan stunting bisa kita turunkan secara signifikan di NTT,” tutup Gubernur Melki penuh optimisme.
Dalam sambutannya secara virtual, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Dr. Wihaji menegaskan bahwa persoalan stunting dan kemiskinan harus ditangani secara terpadu dan kolaboratif lintas sektor.
“Stunting dan kemiskinan itu seperti dua sisi mata uang. Tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri. Karena itu, kita harus kerja bersama, bukan hanya diskusi atau seminar. Harus turun ke lapangan dan menyelesaikan masalah,” tegas Wihaji.
Ia menyampaikan bahwa pendekatan percepatan penurunan stunting harus dimulai dari ibu hamil, ibu menyusui, dan balita sebagai pintu masuk intervensi.
“Kalau kita bisa selesaikan masalah gizi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, maka akar stunting akan terputus. Karena itu, BKKBN akan membentuk Satuan Pelaksana Peningkatan Gizi (SPPG) di setiap wilayah sebagai garda depan,” jelasnya.
Dr. Wihaji juga menekankan pentingnya air bersih, sanitasi layak, dan pencegahan pernikahan dini sebagai faktor kunci dalam penanganan stunting. Ia mengajak tokoh adat dan tokoh agama untuk aktif menjadi pelopor perubahan perilaku keluarga.
“Kalau soal keluarga, yang paling didengar masyarakat itu tokoh agama dan adat. Maka mereka harus dilibatkan penuh. Pemerintah dan akademisi bisa bantu pada aspek program, tapi perubahan perilaku dimulai dari keluarga,” katanya.
Menutup sambutannya, Menteri Wihaji memberikan pesan kuat yang juga menjadi arahan Presiden:
“Bapak Presiden berpesan: jangan banyak diskusi, jangan banyak seminar ke lapangan, lihat rakyat, dan selesaikan masalah. Itulah makna dari kick off ini: kerja konkret, bukan seremoni,” tandasnya.
Kegiatan ini juga diwarnai dengan penyerahan piagam apresiasi kepada mitra strategis dan Organisasi Tokoh Agama (OTA) yang telah mendukung program percepatan penurunan stunting di NTT.
Editor: Ocep Purek
